Gelisah dan Insomnia
“Gelisah adalah jalan ketenangan
hati”
Hati-hati!
Status atau kata kata yang anda ucapkan barangkali semacam doa atau ramalan. Bahkan meskipun
anda hanya menulisnya secara sambil lalu, sambil makan misalnya, tetap saja
percikan luapan atau curahan batin bisa tercetus tanpa disadari.
Tidak
percaya? Saya kasih contoh diriku sendiri. Kemarin saya membuat status bahwa
gelisah adalah jalan ketenangan hati. Jiwa tulisan lebih merupakan refleksi
daripada sebuah pengharapan. Tidak lebih, tidak kurang. (baca juga: Gelisah adalah Jalan Ketenangan)
Dalam
prosesnya, apa yang awalnya sebuah renungan seolah bernyawa dan mencari jalan
ekspresinya sendiri. Mata batin saya justru menggerakkan pemahaman saya lebih
jauh dari yang saya kehendaki.
Saya
melihat banyak wajah yang lelah merasa kalah. Banyak hati yang kurasakan resah
dan capek disingkirkan atau menyingkirkan diri dengan sengaja. Mengunci diri
dalam kamar, mengurung waktunya sendirian dan menghindar dari ekspose sosial.
Banyak orang yang seperti gambaran ini dan kala ditanya akan menjawab 'saya baik-baik
saja'.
Tak
terelakkan, dalam gemuruh dunia dan kesenyapan rintihan, banyak suara yang
kudengar minta didengarkan. Suara-suara gelisah. Suara-suara ketakutan.
Suara-suara kepanikan. Kata kata yang meminta pengertian, mencari-cari telinga yang sudi
ditelengkan pada pergulatan batin insani. (baca juga: Bunda Teresa Cinta Neraka)
Sayang,
dunia internet terlalu gaduh dan
barangkali kerap berhenti pada status, like, komentar, reaksi dan share.
Pada ikon dan meme dan foto. Hanya di situ, enggan beranjak ke daerah yang
lebih personal.
Sayang,
dunia internet bergerak terlalu
cepat. Mungkin sebagian orang puyeng mengikutinya. Sebagian lagi malah '
terluka' membaca status teman-temannya. Dan berakhir di situ tanpa belajar atau
mendapat kesempatan untuk belajar memahami sisi terang dari pengalaman menyesakkan
ini.
Panca
indra kita makin tidak terbiasa melihat, mendengar, membaui, meraba dan merasa
betapa banyak wajah, mulut dan tangan yang melolong dan meminta.
Sebaliknya, panca indra kita makin terbiasa melihat, mendengar, membaui, meraba dan merasa hanya yang menyenangkan atau yang bisa menyembunyikan kegelisahan atau kecemasan.
Sebaliknya, panca indra kita makin terbiasa melihat, mendengar, membaui, meraba dan merasa hanya yang menyenangkan atau yang bisa menyembunyikan kegelisahan atau kecemasan.
Ilustrasi gelisah dan insomnia |
Renungan
ini membuat saya bersinggung dengan kecemasan dan gelisah bahkan yang ada dalam
diriku. Ya, setiap kata bermuatan emosi intens sebenarnya punya ketersinggungan
dengan muatan emosional dalam diri kita. Sudah demikianlah hukum kejiwaan
manusia.
Hal yang
tidak saya sadari adalah postingan
kemarin sekaligus doa bahwa saya bersedia melawat jiwa-jiwa yang terluka
dirundung gelisah dan resah.
Persis!
Hari ini,
saya diminta mendampingi seorang klien yang kalap dalam kuatir luar biasa
sampai menderita insomnia.
Bergumul
beberapa jam bersamanya menimbulkan tanya-bertanya di dalam hatiku: sebenarnya
seberapa tersembunyi kecemasan dalam sebuah postingan. Seberapa laju internet 'berhasil' menyamarkan
kecemasan-kecemasan kita. (baca juga: Kata Kata Cinta Asmara)
Sebagian
orang seolah menjadikan dinding Facebook sebagai curahan dan cara mengatasi
kegelisahannya. Ada teman-temanku yang terkesan memindahkan buku hariannya ke
dalam status-statusnya sehingga kita yang membacanya seperti diajak melongok
labirin dan kecamuk hatinya. Bahkan banyak masalah cinta atau hubungan pribadi
diluapkan begitu saja setiap harinya.
Di sisi
lain, dalam berbagai komen yang diperoleh dari teman-temannya, pemilik status
terkesan bersendau-gurau dan santai menanggapi termasuk menyisipkan kata kata
mutiara ke dalamnya. Sebuah kontradiksi, minimal hingga titik tertentu. Ada
semacam 'permainan' yang lumrah kita temui apabila seseorang hendak mengatasi, atau mengingkari,
kegelisahan di dalam dirinya.
Menyadari
hal ini, klien saya ajak untuk menghadapi, berkonfrontasi dengan gelisah dia.
Tentu saja saya membantunya menggali teror ketakutan dengan pendekatan
psikoterapi.
Banyak kisah nyata hidupnya terkuak selama proses terapi. Sebagai terapis, saya sangat hargai keberaniannya menempuh bahaya untuk berterus-terang. Kepercayaannya pada diriku tentu tidak kusia-siakan, setiap hal kami olah dengan seksama.
Saya makin
yakin bahwa gelisah adalah jalan ketenangan hati. Ini adalah sikap proaktif
ketika kita bersikap dan bertindak terhadap kecemasan, tak peduli sekecil
apapun tindakan itu. Dan ada bonus terbaik yang kuperoleh. Sesi terapi hari ini
bertepatan dengan ulang tahun saya.
Sempurna!
Terima
kasih Allah yang baik, Engkah sudah memberiku kesempatan melakukan kebaikan kecil bagi seseorang.
Pemesanan:
Trims infonya. Kalau bisa lebih banyak info lagi bagaimana cara ngatasinya ya.
ReplyDeleteSelamat pagi, makasih atensi dan apresiasinya ya. Usulan yang sangat baik, pasti kami perhatikan ya.
ReplyDeleteAku baru membenahi blog ini, secara bertahap aku akan nulis topik-topik psikologis seperti ini ya.
Nuwun nggih.
Met malam mas Rudy,setuju dengan usulan di atas, tambahin ya artikel-artikelnya, banyak yang insomnia nih wkwkwk...apalagi pas musim ujian.
ReplyDelete