Gus Mus: Kata Mutiara Agamanya Islam
Allah sumber segala
keindahan. Siapa yang menjalin hubungan intim denganNya niscaya mencicipi
estetika surgawi. Gus Mus, ulama agama Islam terpelajar dengan banyak pengagum
di luar lingkaran NU, adalah contoh pribadi yang pandai mencecap nikmat ilahi.
Kata-kata dia mengalun laiknya bulir-bulir mestika penyair. Apalagi bila sudah
menyusun puisi, setiap baris yang ia torehkan mengingatkan saya pada untaian
kata mutiara yang lekang tidak oleh waktu dan ruang – namun luruh dalam pelukan
semesta kesucian.
Sudah lama saya
menyukai puisi Gus Mus. Bukan hanya menceritakan kedasyatan asma Allah, beliau
seorang ulama Islam yang menyejarah, yang masuk melibati tantangan-tantangan
jamannya. Kerap puisi dia mengandung kritik sosial. Tanpa ragu ia akan
menyuarakan kegelisan jaman ini meskipun dengan risiko menyinggung sebagian orang.
Potongan wejangannya kerap dikutip dan disebar oleh siapa saja karena sesungguhnya
bernas bukan sekedar demi kumpulan kata mutiara. Kebenaran tausiyahnya
melintasi sekat-sekat dan menghunjam setiap orang yang mengaku sekaligus
ber-agama ber-Tuhan.
Semalam saya membaca
postingan teman di FB soal pernyataan seorang angkatan muda terhadap komentar
Gus Mus terkait (katanya) rencana sholat jumat di jalan-jalan protokol Jakarta
tanggal 2 Desember, 2016. Sangat terpuji bila seorang melakukan olah kritik
terhadap ulama senior. Wajar dan biasa saja. Hanya sayangnya, harus ditutup
dengan ‘bida’ah ndasmu’. Bagi sebagian orang, nilai kritik yang bersangkutan
berkurang dratis akibat ‘polah’ dua kata yang terdengar kasar dan menghina ini.
Saya sendiri tercenung
membacanya. Saya baca berita yang memuat komentar Gus Mus. Saya pikir beliau
bicara dalam tataran seorang ulama. Wajar dan biasa saja. Ia hanya mengingatkan
supaya dibedakan antara sholat sampai ke jalan karena mesjid tidak cukup dengan
sengaja sholat di jalan. Bedanya bumi langit dan menimbulkan tanda tanya.
Sebagai ulama Islam, bukankah sudah bagiannya untuk mengatakan sesuatu tentang
hal ini?
Hari-hari ini, kita menyaksikan terjungkalnya nilai-nilai leluhur yang sudah terbukti menjaga rajutan sosial anak-anak bangsa: rasa hormat. Sejak kecil saya diajarkan untuk bersikap hormat kepada tiga pribadi: orangtua, ulama dan guru. Mereka adalah mata air dari berbagai mutiara kehidupan yang mendarah, mendaging, menjiwa, mengkata dan menglaku dalam hidupku. Bukan mengkultuskan atau memuja. Penghormatan mengalir dari kesadaran betapa saya pernah dalam masa-masa ringkih tak berdaya dan mereka memainkan peran mulia untuk membantu saya berdiri sebagai pribadi utuh.
Sebelumnya seorang Buya
Maarif diserang habis-habisan oleh sebagian angkatan muda yang memosisikan diri
lebih pintar darinya. Sekali lagi, mengkritik, mempertanyakan, mengajukan
pertanyaan atau keberatan, semua ini wajar dan biasa saja. Tetapi memaki-maki
dan melabeli secara menyakitkan seperti ulama bayaran atau munafikun, itu
menyinggung siapa saja yang berkehendak baik di negeri ini. Sekarang Gus Mus
dihadiahi makian oleh angkatan muda lagi?
Sejenak coba kita
bayangkan negeri ini tanpa ulama-ulama Islam sekelas Gus Dur, Gus Mus dan Buya
Maarif. Apa rasanya bila fokus pengajaran melulu ekslusif dan mengkafirkan
(dengan konotasi demonisasi) siapa saja sekehendak hati? Negeri ini bakal
kehilangan roh terbaiknya yaitu lokus ribuan tahun sebagai tempat ide-ide agung
dari segenap penjuru dunia diolah dan dilahirkan kembali ke dalam pencapaian-pencapaian
besar: candi, pura, mesjid, gereja, klenteng, irigasi, peternakan, tata
masyarakat, sastra, wayang, seni ukir Asmat, tenunan, tetarian, ilmu dan teknologi,
kata kata mutiara yang berlaku universal…
Dunia berutang besar
pada Nusantara! Karena ulama-ulama lintas agama menghormati keberagaman, banyak
capaian bangsa-bangsa mencapai kepuncakan di negeri ini dan dunia bangga menyebutnya
sebagai warisan peradaban manusia.
Gus Mus adalah salah
satu titipan Allah buat bangsa ini – suka atau tidak. Ia mewakili kegelisahan anak-anak
bangsa berkehendak baik di jaman tunggang-langgang ini. Syair-syair Islami dia
bukan hanya keindahan dalam dirinya sendiri. Dia pada dasarnya salah satu sang Kata Mutiara NU-santara.
Artikel-Artikel Lainnya:
Mutiara Sholat dan Ngaji
Sang Tersangka Ahok
Buya Maarif: Manusia Emas Agamanya Islam
Ahok Dapat Hidayah
Kata-Kata Bijak: Logam Buat Dewi
Anak-Anak Adalah Maklumat Kehidupan
Merauke Gudangnya Cinta dan Kewarasan
Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq
Ahok Harusnya Populerkan Meditasi Yoga
Kristenisasi adalah Misi Gagal
Cinta dan Benci Banjir Merauke
Bunda Teresa Cinta Neraka
Takut Patung Berarti Cinta Allah?
Puisi Cinta Soekarno Buat Megawati
0 Response to "Gus Mus: Kata Mutiara Agamanya Islam"
Post a Comment