Jangan Mau Dikalahkan Semut dan Rayap

“Galilah lubang sampah dan temukan kebenaran yang mendaki”

Sebenarnya, kehidupan manusia ditopang oleh banyak spesies yang bekerja dalam keheningan. Bakteri coli, misalnya, bekerja membusukkan ampas makanan dalam usus kita supaya siap dibuang. Selamatlah perut kita dari kembung dan kentut busuk. 

Ada lagi beragam organism renik yang membantu proses metabolism sehingga orang Jepang boleh mengekstrasi nutrisi dari sushi atau sashimi dan bukannya sakit perut. Pandang juga sekeliling kita, ada banyak mahluk bersayap seperti lebah yang berperan dalam proses polinasi. Angin saja tidak cukup untuk memastikan terjadinya pembuahan tanaman. Seringkali lebah sembari mengumpulkan nektar sekaligus membawa sel jantan ke bunga betina. Dan kita tinggal menikmati buahnya. 

Di Afrika yang banyak mengalami gurunisasi, ketersediaan polinator adalah masalah pelik yang mendapat perhatian sangat serius karena berkaitan langsung dengan penurunan dan kualitas hasil panen. Kelaparan dan amuk sosial adalah konsekuensi yang harus diantisipasi!

Di tengah-tengah kesenyapan ini, ada bilyunan semut yang bekerja baik sebagai dekomposer dan polinator. Tengok di mana saja, kemungkinan anda menemukan semut sedang bekerja. Giat dan gigih, mereka bekerja dengan fokus yang mencengangkan. Bahkan mereka bekerja dalam koordinasi dan pembagian tugas yang begitu rapi. 

Ikuti iring-iringan semut, kita akan tahu bahwa mereka membentuk rantai kerja serta spesialisasi yang umum ditemui dalam organisasi modern manusia. Mahluk setipis beberapa kali helai rambut namun dengan gigih menenun dedaunan yang membengkak tiap harinya demi membesarkan masyarakatnya. 

Ada lagi mahluk semungil rayap yang sanggup membangun koloni masif bagai ‘gedung pencakar langit’ hingga tiga meter lebih seperti rumah-rumah semut (ant mound) di Papua dan Australia. Inilah inspirasi nama Universitas Musamus, universitas negeri di kota Merauke, Papua. Musamus dalam bahasa suku Marind di Merauke, berarti 'rumah semut atau tepatnya, rumah rayap, yaitu bekerja bersama membangun keajaiban.
Aku senang mengamati kinerja dan karya mahluk-mahluk luar biasa ini. Aku senang membaca literatur yang mengkaji peran ekologis mereka. Rasanya asyik bisa membangun relasi biokimiawi dengan mereka dan menemukan bagaimana cinta kasih segenap mahluk itu bukan hanya ide teologis namun dibangun Tuhan dalam jaring-jaring kehidupan. Ini hanya perkara kita mau sadar tidak. Begitu sadar, perkara yang lebih sulit adalah maukah kita rendah hati untuk mendapat beberan dan pelajaran hidup?

Yang sedang kita perbincangkan adalah keberanian beranjak dari pemahaman kognitif menuju keterbukaan batin pada kebenaran yang lebih mendalam. Ketika pintu penerangan dibukakan, kita hanya bisa mendongak ke langit dan mempersembahkan kebeningan hati dan pikiran demi cinta kasih ilahi.

Aku ingat pengalaman dasyat itu. Puluhan tahun lalu, aku sedang belajar spiritualitas pada sejumlah guru rohani hebat. Di awal pembelajaran, kemajuan sangat menjanjikan. Begitu masuk minggu ketiga, kemajuan terlihat kelam bahkan mulai terasa gerak mundur. Aku dihantam kegelisahan. Pembimbing malah tersenyum-senyum. Aku merasa dikerjain, tetapi entah apa dan bagaimana. Aku memutuskan maju terus karena saya percaya pada nama besar guru-guru saya. 

Apa lacur, seorang guruku mulai berkata yang aneh-aneh. Katanya bukan para guru yang aku butuhkan namun sesuatu yang tidak terlihat, mungil namun cabe rawit. Masih sempat juga seorang lainnya bercanda bahwa cabe super pedas, itu yang akan membangunkan spiritualitas yang lebih dalam.

Caranya?

Cara ngawur! Aku disuruh menangani proyek sederhana: lubang sampah! Aku diminta selama sebulan bekerja sendirian, hanya dengan diriku, menggali lubang sampah minimal 1 x 1 meter dengan kedalaman 2 meter. Aneh sekali. 

Sebelumnya aku diajar untuk bermeditasi, lima kali sehari, merenung mendalam dan menuliskan sari-sari meditasi serta mempraktekkan dalam refleksi dan tindakan. Kini saya disuruh melakukan hal di luar dugaan. Syukurlah aku masih percaya pada mereka dan tanpa banyak bicara, kecuali dalam hatiku, mengambil cangkul dan ember kecil. Aku mulai menghitung hari, mulai pagi hingga jelang mahgrib: 30 hari!
kata bijak motivasi singkat cinta kehidupan mutiara islami mario teguh sabar dalam kisah nyata
Mempersembahkan kebeningan kepada langit
Bisa ditebak, ada banyak kisah pergulatan. Kesenyapan mengintimidasi. Terbiasa dengan hiruk-pikuk suara mesin dan manusia yang sudah terasosiasi sebagai kehidupan konkret, bekerja sendirian di tengah kebun luas yang hanya berisi desau angin dan kicau pipit yang terkadang mengesalkan.

Aku bukan berjalan-jalan menikmati alam, sesuatu yang sangat saya sukai. Aku sedang menyelesaikan proyek batin dalam bentuk fisik. Apalagi ketika lubangnya mulai dalam dan menjangkau lapisan karang. Badan segera capai sementara pikiran bertanya terus apa maksudnya saya membutuhkan cabe rawit? Aku yakin itulah intinya karena kedua guru saya tertawa-tawa serius di bagian ini.

Aku ingat benar, masih terbayang jelas di benak. Suatu sore, jelang berakhirnya hitung hari 30, aku sedang beristirahat dalam lubang yang sudah lebih tinggi dari diriku. Punggung sakit sekali karena berkali-kali harus membungkuk menaruh tanah ke dalam ember dan berdiri tegak melempar tanah itu ke atas. Aku duduk menikmati bayangan pepohonan di atas serta gemerisik daun diterpa angin. Ada banyak burung berkicau. Nikmat juga. Mata terkantuk-kantuk, sedikit memicing memandang lurus ke depan. Seperti terlihat segaris pendek bergerak-gerak baik. Aku biarkan saja semua sensasi memasuki diriku.

Mendadak mata membuka selebarnya. Seekor semut! Seekor semut sedang merayap naik. Ia tampak terengah-engah, seperti diriku, karena naik sambil membawa beban besar. Cuilan pepaya yang barusan kumakan, entah darimana dapatnya, entah kapan ia merayap turun, ia bawa dengan semangat ke atas. Berkali-kali ia terjatuh, tetapi ia kembali mengulang upayanya dengan semangat yang kian besar. 

Aku terkesima. Sesuatu yang luar biasa sedang dipampang di depan mataku. Ia membawa beban yang belasan kali melebih ukuran badannya, bergerak tegak lurus melawan gravitasi, berusaha mencapai ketinggian yang bahkan lebih tinggi dari diriku!

Ini dia sang cabe rawit! Aku perhatikan dengan seksama. Aku bahkan memberi semangat kepadanya, seakan dia pasti mendengar suara saya. Ini sang guru yang membeber hakikat terdalam diriku. Aku telengkan telinga, aku mendengarkan sang semut. Hingga aku mengepal tangan kegirangan ketika akhirnya ia mengerjakan keajaiban. Ia berhasil! Menakjubkan! Mahluk sekecil ini mengerjakan pekerjaan 1000 semut! 

Aku terdiam lama di kesenyapan senja yang terasa begitu meditatif. Aku menyaksikan secara langsung bagaimana bangsa semut bisa membangun koloni besar tanpa kenal lelah. Aku menyadari mengapa jutaan bahkan milyaran rayap, mahluk seukuran serpihan beras, sanggup membangun koloni musamus, rumah-rumah rayap itu, berderet-deret sepanjang jalan trans Papua di Merauke sana!

Ini juga kebenaran manusia, mahluk yang bisa mengerjakan keajaiban apabila ia mau, keajaiban yang bisa mensejahterakan banyak orang lain, dipentang selebarnya di hadapanku. Sesungguhnya ini adalah rahasia pertumbuhan spektakuler. Seseorang bisa meningkat komitmen, kapasitas maupun ketrampilannya ketika ia menemukan alasan-alasan terdalam mengapa ia menginginkan peningkatkan diri. Ia belajar menyadari bahwa bukan ukuran namun kehendak adalah segalanya. Ia hanya perlu terhubung dengan pusat dirinya.

Ilmu semut atau rayap ini bisa diapalikasikan dalam berbagai bidang personal maupun profesional. Salah satu profesi yang paling berminat harusnya adalah yang berhubungan langsung dengan pengelolaan sekelompok manusia. Seorang manager SDM seyogyanya mensinergikan proses SDM dan program pelatihan dengan spiritualitas semut ini.

SDM adalah cara membangkitkan 'energi musamus' dalam diri seseorang, yaitu bahwa ia mampu mengerjakan 1000 pekerjaan manusia!

 


Pemesanan:

082-135-424-879/WA
5983-F7-D3/BB
Inbox Rudy Ronald Sianturi 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Jangan Mau Dikalahkan Semut dan Rayap"

Post a Comment