Saya Kristen, Bukan non Muslim

“Setiap orang adalah non bagi pemeluk agama lainnya”
 
Di Indonesia yang sangat religius ini, agama kerap melenggang masuk topik perbincangan tanpa diminta. Pengalaman saya di berbagai negara justru sebaliknya, menanyakan agama atau keyakinan religius seseorang adalah tabu seperti halnya status, pekerjaan dan umur. Dan sesungguhnya tidak pas dan nyaman, terasa bagai selidik agama, apalagi oleh orang yang ketemunya pun tak sengaja seperti di selubung tenda warung kopi.

Sebagai penyuka kopi, warung kopi merupakan tongkrongan nyaman. Di sana, segala perbedaan dan sejenak orang melupakan kepenatan dan embel-embel sosialnya. Di sana, politik dibicarakan bersama gelak tawa dan wangi kafein. Maka saya terkejut ketika seseorang lantas tanpa basa-basi menanyakan tentang agama saya. 

Saya tidak mengenalnya, sekadar menyapanya sebelum mengambil duduk di sisinya. Dia mempersihkan dengan anggukan dan tak lupa menawarkan pisang goreng yang baru keluar dari penggorengan.

Tangan saya terjulur meraih pisang goreng yang paling gemuk. Dan orang ramah tersebut bertanya pada saya (dengan sopan), "Maaf mas, masnya orang Muslim atau non Muslim." 

Omitohud, batinku, apakah pisang goreng sudah tidak netral lagi? Padahal kami sesama pengunjung dan sama-sama harus membayar apapun yang kami minum dan makan di warung kopi ini.

Sambil memandangnya lekat, saya menyusun kata kata saya dengan sebaik mungkin, "Saya bukan Muslim, saya juga bukan non Muslim. Saya Kristen."

Saya berharap dia paham sinyal yang kukirimkan bahwa tidak sepatutnya di terik siang bolong dia menanyakan sesuatu yang tidak ada ujung-pangkalnya. Tetapi dia justru terkesan ingin tahu yang lebih.

Jawaban saya bukan sarkasme, saya serius. Cukup sering saya mendapati orang-orang yang seakan membagi Indonesia dalam dua belahan: orang Muslim dan non Muslim. Apalagi belakangan ini, sesuatu yang normal seperti ini mengalami sensitivitas luar biasa hingga dijadikan ukuran kebaikan seseorang. Padahal jelas, Islam bukan parameter atau rujukan identitas religius saya sebab setiap orang adalah non bagi pemeluk agama lainnya.

Ini logika yang sangat sederhana sekaligus sangat penting. Saya ulangi, setiap orang adalah non bagi pemeluk agama lainnya.
kata bijak motivasi singkat cinta kehidupan mutiara islami mario teguh sabar dalam kisah nyata
Mencari Tuhan di kebeningan
Sayang sekali, dia rupanya tidak menangkap sinyal dalam kata kata saya. Dia malah berusaha ‘memperjelas’ maksudnya tanpa peduli bahwa dia sebenarnya tidak punya alasan khusus untuk mengulik soal agama.

Maka kepada dia yang protes bahwa maksudnya non Muslim adalah 'Nasroni' (meskipun saya jelas membahasakan diriku orang Kristen), saya jawab, "Iman saya tidak membutuhkan pembenaran dari Islam, dan begitupun sebaliknya, Islam tidak membutuhkan justifikasi dari iman saya. Ataukah mas beriman ‘hanya dan bila hanya’ bisa membuktikan Islam benar KARENA Kristen salah? Kata lain, keislaman masnya dalam cengkraman atau bayang-bayang kekristenan? Kalau saya lebih memilih ukuran cinta kasih sebagai tanda ber-Tuhan dan acuan dalam kehidupan iman.”

(Baca juga: The Message of the Qu'ran: Summa Theologica dan Aristoteles)

Dia terdiam, antara sedang mencerna kata kata saya atau tidak mampu menampungnya.

Pembicaraan kami tersangkut di sini, mengambang di udara yang disapu terik mentari. Saya tidak bersikap sarkas, saya serius dengan kata kata itu. Dan dalam batin, saya berusaha mengingat-ingat apakah pernah bertemu bahkan terlibat perbincangan dengan dia? Ataukah beliau yang salah orang?

Pernah bertemu atau tidak, banyak yang seperti orang ini, dengan pongah menilai iman orang lain dengan titik tolak imannya, bahkan berani memfatwa benar tidaknya agama lain. Dia lupa logika yang sama harus diterapkan sebaliknya - supaya mulutnya diam dan batinnya bergerak mencari Tuhan.

Mencari Allah itu jauh lebih penting, mengapa berhenti pada embel-embel sosial? Identitas religius memang penting tapi tiada gunanya apabila kita kehilangan hal paling hakiki: cinta kasih yang ada di kicau murai, desau angin dan goyangan rerumputan kini di sini.

(Baca juga: Rumah Sehat Panti Rapih Yogyakarta)

Saya jauh lebih menyukai sebuah perjumpaan acak yang menghadirkan dialog yang normal dan darinya menyembul perasaan nyaman. Pertanyaan tentang agama bisa menanti atau tidak usah ditanyakan sama sekali.

Dan kebetulan belum ada nabi yang membawa agama non Muslim.

Saya Kristen, bukan non Muslim: take it or leave it. 

Jual Tenun & Batik Rose'S Papua
orang kristen, agama kristen, saya kristen, agama, orang muslim, non muslim, islam, agama islam, identitas religius, iman, kehidupan iman, indonesia, nyaman, agama, religius, keyakinan religius, kopi, warung kopi, perbedaan, pisang goreng, sinyal,  perbincangan, terik, sarkas, tuhan, batin, perbincangan, beliau, cinta kasih, embel embel, kata kata, kata kata bijak, kata kata mutiara, kata kata cinta, kisah nyata


Pemesanan:

082-135-424-879/WA
5983-F7-D3/BB
Inbox Rudy Ronald Sianturi 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Saya Kristen, Bukan non Muslim"

Post a Comment