Jepang: Demi Ramen dan Cinta
Sweetheart,
Yang aku belum cerita padamu adalah kalau aku suka sekali aneka masakan mie ala Cina. Sebut saja daftar masakannya, aku yakin aku bakal melahap semua.
Jepang
masih mengepul-ngepul; subuh mulai merekah tetapi belum usai kabut
bergegas-gegas. Ada apa dalam berita fajar hari ini? Ratusan pasukan embun
kudapati di dedaunan, berebutan menjilat setiap pori daun-daun sebelum pagi
terlalu gerah buat mereka. Masih bisik-bisik sang angin kupergoki di gemerisik
ranting bambu. Riang anak-anak berkejaran menuju sekolah kulihat di luar
sana.
Sungguh
benar yang kamu bilang tempo hari, cahaya mentari perdana adalah saat terbaik merayakan hidup.
Menatap
matahari baratku yang perlahan meninggi, ingin aku ungkap dalam untaian katakana Jepang. Sayang, sekalipun sudah
belajar bahasa Jepang, pengetahuanku belum memadai. Kupikir masih terlalu jauh, belum jua sanggup membaca majalah anak-anak apalagi koran!
Namun itu saja keinginanku. Aku ingin mencipta puisi cinta, setasbih kata kata cinta buatmu. Aku punya sejuta rasa sayang, dan lagipula, ini cara belajar bahasa Jepang paling efektif. Tapi amboi, harus bersabar lebih lama dalam kursus bahasa Jepang.
Namun itu saja keinginanku. Aku ingin mencipta puisi cinta, setasbih kata kata cinta buatmu. Aku punya sejuta rasa sayang, dan lagipula, ini cara belajar bahasa Jepang paling efektif. Tapi amboi, harus bersabar lebih lama dalam kursus bahasa Jepang.
Sembari
kamu di sana berlindung dari sergapan matahari timurmu yang sudah meninggi, aku
ingin bicara sesuatu yang agak berbeda dari biasanya.
Pastinya
renyah, enak, wangi pulak! Wajib hukumnya karena kamu orangnya renyah suaranya,
enak diajak ngobrol dan wangi sehabis mandi (sebelum mandi, minimal tidak
baulah…). Hanya sedikit menyimpang. Boleh ya, please …
Biar
jangan penasaran, baiklah pemirsa terkasih, mari mulai bincang-bincang subuh
–anggap saja semacam fajar online.Tentang cinta dalam gumpalan…
Aku
yakin, kamu pasti tidak mengira karena yang aku mau bicarakan itu berkisar
rambutmu, tepatnya, mirip rambut cantikmu.
Keriting Ramen
Yup, menu ramen asal Jepang itu. Yang pernah kamu tanyakan itu sehingga aku sadar
rambutmu ada mirip-miripnya. Bedanya, kalau ramen aku telan dengan semangat,
rambutmu aku elus-elus dengan penuh rasa sayang. Betul?
Kamu
tahu bukan, aku suka segala yang berbau mie asalkan enak di lidah tanpa perlu
mahal; walau mahal dan enak tentu kombinasi bagus untuk kesehatan, seraya tutup
mata dengan efek penipisannya pada dompet hehe.....
Waktu
kecil, aku paling suka kalau mamaku masak bihun dengan potongan-potongan daging
sapi. Tipis-tipis dagingnya, besar malah kurang seru nyarinya di sela-sela
lipatan mie. Apalagi dingin-dingin pagi -- amboi! Rasa lembut mie dan daging
pas banget dalam kuah panas. Enak pula pakai mie kuning dibuat model soto.
Dikasih perasan jeruk dan cabe giling ijo, wah, aku pasti memandang mama penuh
cinta dan pengharapan deh...
Yang aku belum cerita padamu adalah kalau aku suka sekali aneka masakan mie ala Cina. Sebut saja daftar masakannya, aku yakin aku bakal melahap semua.
Nah,
yang agak ruwet untuk lidahku justru mie Batak alias mie gomak yang sering
diheboh-hebohkan orang Batak di Facebook itu. Pertama kali makan di Jakarta
belasan tahun lalu, dibawa nantulangku dari Sibolga. Kebetulan aku dan beliau
mengunjungi Abangku yang sedang studi di Jakarta. Asli katanya bukan seperti
klaim mie gomak di Jakarta ini, katanya lagi, dengan mimik bangga. Asli mie
Batak, beliau kembali meyakinkan aku. Kulihat besar-besar dan panjang
lagi.
Kalau
di Papua, bisa untuk main lompat tali! Aku lumayan pikir-pikir. ‘Ini serius
tidak ya buat mie’, batinku yang terbiasa lihat mie ukuran kecil kecuali
tentunya kwetiau yang tak kuanggap mie alias‘mie pengkhianat’. (Bentuknya itu,
seperti papan luncur!)
Rasanya
aneh buatku padahal aku termasuk orang yang hobi mencoba makanan baru. Bahkan
yang paling eksentrik sekali pun pasti aku coba.
Pernah
aku diajak iparku ke Sidoarjo, berangkat dari Surabaya. Dalam perjalanan ke
sana, kami mampir di warung pinggir jalan demi sebuah tantangan. Tahu aku tidak
segan-segan mencicipi makanan local, iparku merekomendasikan makanan paling
eksotik se-Jawa: Lontong Kupang. Saat
itu aku langsung tertarik mengingat ada kata ‘lontong’. Aku suka lontong sayur
apalagi lontong balap. Semua yang tersaji dengan lontong mestinya tidak terlalu
aneh. Malah sempat kupikir ini khas kuliner Kupang. Tantangan diterima
bulat-bulat!
Dan
aku menyesal, mau mundur pun sudah kepalang tanggung. Kupang rupanya nama
sejenis mahluk bakau, kecil-kecil seperti kerang mungil. Disajikan dengan kuah
pedas dan sate kerang, lontong hanya samaran! Tapi dasar petualang, tetap saja
kusikat. Kecepatan makan, cepat sekali, biar cepat berlalu penyiksaan ini! Tapi
percaya atau tidak, makan ke dua kalinya, ternyata bisa kunikmati juga.
Sekarang jangan coba menantang aku lagi. Aku pasti nambah!
Belakangan
saat main ke rumah Abangku yang di
Batam, kakak ipar terkadang menyediakan mie orang Batak ini. Ya, aku
tetap ngambil juga demi sopan-santun dan coba setulusnya mengunyah-ngunyah
walau tetap masih cucah sampai
sekarang
.
Ramen: Love at First Taste!
Tetapi
kasusnya beda sekali dengan ramen. Pertama kali mencoba, langsung senang! Ini kombinasi
luar biasa antara broth dan wangi mie
berkat ragam rempah-rempah dan bahan-bahan lainnya. Jempol empat untuk orang
Jepang. Kalau kubilang, ramen benar-benar seni lidah.
Ramen
bisa sederhana sekali, hanya mie dengan broth yang tehnik pembuatannya
dirahasiakan itu. Tapi itu hanya tampilan karena rasanya memang khas dengan bau
yang khas pula.
Aku
pernah tongkrongin restoran ramen di
Kobe. Sok turislah hehe.. Atas nama penasaran, aku ingin tahu bagaimana mereka
membuat broth-nya. Ternyata Sayang, itu dari gabungan berbagai macam tulang:
sapi, ayam bahkan burung unta. (Katanya didatangkan dari Australia lho…)
Kaget
juga aku melihat tumpukan tinggi tulang-belulang direbus berjam-jam hingga
keluar semua sari-sari. Benar-benar tidak menyangka menu ramen aneka rasa itu berasal dari sini.
Ke dalam tong besar rebusan, mereka masukkan rempah-rempah termasuk
berbagai kulit kayu kering. Sebagian ternyata resep Cina juga.
Belakangan
kuketahui kalau ramen itu aslinya dari Cina. Aslinya bernama lomen. Tapi karena
orang Jepang membunyikan L menjadi R, begitulah, lomen diruwat jadi ramen. Lalu
resep Cina ini mengalami pribuminisasi. Lomen menjadi ramen cita rasa Jepang,
unik dari Jepang, bukan Cina lagi. Pintar ya.
Aku
mengerti hal ini karena selalu namaku disebut Litongar bukan Ritongar. Kalau di
Indonesia kita bilang lidah pendek. Tapi masa semua orang Jepang yang kukenal
berlidah pendek alias telo? Rupanya L dan R saling dipertukarkan, sebuah gejala
kebahasaan yang lumrah dalam ilmu linguistik.
Demi Ramen dan Cinta
Di
antara orang-orang Batak, dan beberapa suku lainnya seperti orang Palembang dan
sebagian Dayak, misalnya, kasus lomen menjadi ramen ternyata sebanding dengan
berubahnya huruf P dan F, serta, khususnya, C dan S. Mungkin kamu pernah memerhatikannya. Bukan, bukan
keseleo lidah, itu gejala kebahasaan yang sama.
Aku
selalu ingat, Bapaku terkadang memanggil kakakku Sintha "Cinta". Dan
kerap mengatakan bahwa "orangtua itu sinta pada anak-anaknya". (Awas
kalau tertawa, bisa kusomasi, pelecehan orangtua tingkat dewa!)
Tetapi,
tolong rahasiakan ya, kami dulu suka tertawa guling-guling, tentunya tanpa
bermaksud mengolok-ngolok. Bapa saja suka nyengir diledekin. Apalagi kalau
beliau bilang "Cinta, bantu dulu kakakmu sucikan baju....." (Kami kan
manusia normal yang kenal humor, iya ndak?). Anehnya
Bapa hanya seperti ini kalau saat di rumah, namun di luar rumah, malah tidak pernah
(perlu riset tersendiri nih ...). Gejala apakah hehe…
S
jadi C, C jadi S.
Walau
terasa ada lompatan intuitif dan sedikit dipaksa-paksa, tetap aku mau bilang
hal ini: "Sekian lama bersamamu, Sayang, aku merasakan kebaruan rasa
denganmu, terhadapmu. Sepertinya, setiap hari adalah fajar perdana denganmu
Sayang. Setiap kedatanganmu, setiap berbagi sayang denganmu, setiap pernyataan
rindumu, Dinda, membawa aku sekali lagi pada pengalaman kasih-mengasihi
bersamamu.
Mengingat
bahwa fajar pertama adalah saat terbaik memulai hidup, ijinkan aku mengatakan
ini padamu:
Thinking
of you feels like experiencing LOVE at first TASTE ...
Maka,
Sweetheart, dengarkanlah, tiap kali aku bilang (S)weetheart, yakinlah, aku juga
sedalamnya sedang ungkapkan (C)inta ..."
Salam
hangat,
Coach
Rudy Ronald Sianturi
Disclaimer:
Sekalipun memakai hal-hal faktual, surat cinta ini sepenuhnya fiksi dengan tujuan menghibur dan edukasi.
Disclaimer:
Sekalipun memakai hal-hal faktual, surat cinta ini sepenuhnya fiksi dengan tujuan menghibur dan edukasi.
0 Response to "Jepang: Demi Ramen dan Cinta"
Post a Comment