Ahok Dapat Hidayah

Mengherankan bahwa sebagian teman Muslim berharap Ahok dapat hidayah. Menariknya aspirasi mulia yang intinya ‘migrasi iman’ ini berasal baik dari pendukung maupun pembenci gubernur DKI Jakarta ini. Barangkali sebagian besar penolakan bakal berakhir bila Ahok menjadi mualaf. Pindah agama rupanya bisa juga sebagai sarana negosiasi politik.

Setiap orang tentu berhak mendoakan orang lain pindah agama semata karena yakin dengan kebenaran imannya. Apalagi bila keinginan ini dilandasi rasa kasih, semakin mulia saja. Seperti kata-kata dalam Injil bahwa doa orang benar besar kuasanya. Hanya saja mereka lupa bahwa Ahok tidak perlu hidayah lagi bila artinya adalah memeluk Islam. Allah mestinya tidak egois begitu. Ahok Kristen, bung! Imannya pada Yesus, itu hidayahnya! Masa harus ditukar supaya perbuatan-perbuatan baiknya mendapat balasan surga?

Kita suka lupa kalau banyak gagasan teologis kerap mengandung kemiripan. Dengan logika serupa, orang Kristen bisa juga mendorong umat agama lain untuk memercayai Yesus. Alasannya sama persis: menjalankan perintah Allah! Ini bukan main-main karena dalam kekristenan merupakan ‘amanah agung’. Tertulis eksplisit-verbal dan disaksikan ribuan orang. Situasinya pun spektakuler karena Yesus memerintahkannya sesaat sebelum naik ke surga tembus awan-awan. Bayangkan saja. Cakupannya sama ganas, bung: seluruh dunia! 

Jadi mengikuti argumentasi yang kerap terlontar, orang Kristen pun berhak mengklaim bahwa ‘bumi Pancasila ini sesuai dengan perintah Yesus harus menjadi milik Allah.' Dan pernyataan ini diartikan melulu ekslusif cara Kristen. Menolaknya sama dengan kekufuran!

Kacau bukan? Kacau bila diartikan secara sepihak. Agitatif bila diartikan secara sempit. Pasti Allah tidak sepicik itu! Masa Dia tidak tahu bahwa ciptaanNya ini sebagian bersumbu pendek dan sukanya beringas? Harus ada cara lebih bijak dan inklusif untuk memaknainya.

Baiknya kita selalu ingat bahwa kita, sang musafir yang berlagak nyebut diri manusia, kita mudah jatuh dalam godaan dan kepicikan. Kita suka melampaui firman Allah, pongah memaksakan bahwa tafsiran manusia yang terikat ruang-waktu historis lebih hebat dari substansi firmanNya. Makanya agama diwahyukan pada kita, bukan pada malaikat. Allah tahu bahwa sebagian manusia bisa mengesankan malaikat sembari melekat pada sekat-sekat ideologis.

Makna hidayah sesempit katanya namun akal sehat berkata lain. Hidayah adalah wilayah Tuhan - absolut milikNya. Dia berhak mengartikannya sesuai selera dan kekuasaan sempurna milikNya. Menguatik-atik hanya dalam kategori menjadi mualaf lahiriah, manusia main Tuhan namanya.

Beberapa tahun belakangan ini, hidayah adalah kontestasi pemaknaan. Ada semacam upaya mendominasi arti dan praktik sosial-religius dan menyusupkannya ke dalam ranah politik. Ini bukan saja tidak sehat tapi sepenuhnya melawan hukum etis.

Dalam konteks ini, Ahok merepresentasikan tantangan paling serius bagi kehidupan setiap orang beriman di Republik yang sebagian orangnya ‘sangat doyan’ beragama ini. Kehendaknya mewujudkan Jakarta Baru bahkan menjadi bagian aktif dari visi besar Nawacita Jokowi sangat solid. Ia melampaui angan-angan kesalehan dalam bingkai politisasi agama. Di tengah-tengah riuh, Ahok ibarat suara beda yang mengajak siapa saja untuk menarik batas tegas antara saleh politis dan berpolitik dengan basis iman personal.

Orang Kristen mengenal konsep panggilan hidup. Setiap orang dipanggil untuk merealisasikan sejumlah rencana Allah dalam hidupnya. Tanpa panggilan, eksistensi hanya kebetulan, sekedar kecelakaan kosmik, sebuah random biologis. Maka masuknya Ahok ke dalam politik adalah sebuah panggilan, sebuah proses menjadi dirinya sebagaimana maksud dia diciptakan.

Di sisi lain, Allah tidak memberi sesuatu dengan cuma-cuma. Ada proses pembentukan laiknya pedang mestika ditempa. Allah mengiringi langkah-langkah setiap orang yang hendak memurnikan panggilannya sekalipun engkau menerabas sungai berarus deras.


Iman Kristen menegaskan bahwa setiap orang diutus untuk membangun dunia berkolaborasi dengan siapa saja terlebih mereka yang berikthiar dalam ketulusan justru menemukan momentumnya dalam cercaan, hinaan dan ancaman. Stigmatisasi bertubi-tubi yang dilancarkan dengan indahnya membuktikan bahwa kebenaran, keadilan dan komitmen harus dimurnikan dalam proses menjadi pemimpin. Sebab panggilan mengandaikan pengorbanan dan determinasi.

Mungkin dulu Ahok belum benar-benar menemukan tempatnya di Republik ini. Pokoknya ia berhasil memenangkan Pilkada Jakarta bersama Jokowi. Dalam perjalanan waktu, ia mengasah panggilan hidupnya sebagai pemimpin, sebagai wakil gubernur, sebagai gubernur Jakarta. Bila sejarawan mengatakan bahwa setiap jaman ada tantangan dan respon, Ahok mendapat ruang leluasa untuk menjawabnya dengan tegas: Jakarta harus bersih dari para penggarong uang rakyat!

Itulah pokok utama hidayah sang Ahok.

Pengalaman iman seperti Ahok ini tidak beda jauh dengan pengalaman banyak pemimpin lainnya di negeri ini. Kita tahu Jokowi dihina dan diintimidasi setiap hari tapi justru meningkatkan militansinya sebagai lokomotif Republik. Ada Susi yang ditekan habis-habisan tapi terus merangsek. Sekarang masuk Sri Mulyani dengan gebrakannya, menyusul Jonan dan Archanda. Ada Risma yang selalu membuatku jatuh cinta menikmati Surabaya yang luar biasa berubah ramah dan bermartabat. Ada Kang Emil dan Kang Dedi dan tentunya Anjar. Ini hanya menyebut sebagian kecil karena banyak sekali pemimpin lainnya yang member kita tauladan bagaimana sesungguhnya menjadi Indonesia.

Bersama mereka, banyak orang berkehendak baik tidak goyah meski diserang dan distigmatisasi secara brutal tiap hari. Orang Kristen, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu, dan agama-agama pribumi serta siapa saja yang menolak politisasi agama. Justru hari-hari ini, militansi dan nasionalisme mendapat momentumnya. Dalam bingkai energi kolektif, itulah hidayah, bung!

Harusnya kita cermat dengan fakta-fakta ini. Orang-orang ini tidak kenal sekat, tidak takut bertemu dan berdialog, tidak kuatir membangun jaringan dan kolaborasi.

Tentu saja selalu ada pengecualian. Ada saja kelompok-kelompok yang gelisah setengah mati bila Indonesia kian menyadari dirinya sebagai 'Indonesia dalam dan karena keberagaman'. Itu sama halnya lonceng kematian! Mereka lupa atau sengaja melupakan satu hal. Manusia paling jauh hanya bisa sok Allah, main perannya Tuhan. Tapi manusia tidak bisa melawan kehendak Allah.

Allah mengetahui hati setiap orang - Dia maha kuasa. Allah melindungi orang-orang yang jujur menjalankan amanah yang dia emban - Dia maha adil.

Tidak peduli agamamu, biar agama paling sohih pun, tidak menjamin surga. Tapi menyadari dan memenuhi amanah hidupnya, tindakan-tindakanmu, itulah tiket. Langgam Injil berkata, "Iman tanpa perbuatan adalah mati!"

Jokowi, Ridwan Kamil, Dedi, Susi, Sri Mulyani, Risma, Anjar, Jonan, Archanda, Gus Mus, Ahok, semakin kena hina dan fitnah, semakin sadar mereka bahwa sungguh mereka dipanggil Allah secara khusus buat Republik ini. Seperti pedang mestika, mereka makin digdaya meyakini Nusantara harus dibersihkan dari berbagai anasir kejahatan.

Mengutip kata-kata Bapakku yang kerap ia ucapkan: Indonesia harus bersih dari uang tipu-tipu (korupsi).

For Republic!

Subscribe to receive free email updates:

5 Responses to "Ahok Dapat Hidayah"

  1. pemikiran anda kan memang sesuai dengan keyakinan anda,dan anda tidak perlu juga menceramahi orang yang sudah beragama.pemaksaan kehendak menurut agama anda itu baiknya hanya menurut anda,tidak usah menyebut kan dua kubu agama yg jelas bersebrangan,apa lagi anda mempostingya di blog ini dan membagikanya, yakinlah pada diri masing2 masing dan keimanan masing-masing saja,anda tidak perlu memancing suasana yang sedang keruh,jika anda benar doakan saja menurut keyakinan anda,lalu kamipun dengan keyakinan kami . kan lebih baik mendoakan orang dengan kebaikannya, jika tulisan anda ini dibaca oleh orang diluar agama anda maka akan timbul perdebatan dan taka akan bisa berakhir. lalu apa untungnya bagi negara? dan anda juga kami? yang jelas tulisan anda ini bisa menimbulkan perdebatan orang . saya berharap anda menghapus saja. kan tujuan anda menyampaikan pendapat sudah tercapai,jangan sampai kesan agama anda panasi lagi.. sudahlah cukup ahok yang jadi korban karena kenaifan orang berfikir,dan hanya mementingkan kebencian yang di besarkan,hanya karena perbedaan agama. dan kita sama tau bahwa ahok itu cuma sedang di uji oleh tuhan ,apakah dia benar-benar ikhlas atau tidak menjalankan tugas negara dan tugas membina rakyatnya. Kita tunggu saja apakah tuhan bisa di dustai? tentu tidak akan pernah bisa mendustai tuhan. Dan sebaiknya anda tidak perlu lagi membahas keyakinan yang di miliki oleh orang lain,jika bersebrangan dengan keyakinan anda. kecuali umat anda yang anda asuh.. bersikap tidak koperatip dengan aturan agama anda..maka orang itu sajalah yang anda datangi dan ingatkan bahwa dia keliru atau salah, tidak perlu anda menulis di media anda ini dan menyebarkannya. kami sedang menjalin kekuatan melalui perbedaan,anda malam menebar kata yang bisa berbeda mengartikan dan menerjemahkannya. ingat bung tidak senua orang yang sekeyakinan dengan anda juga akan suka dengan apa yang anda tulis..apa lagi orang lain yang beda keyakinan. Ayolah kita bicara tentang perbedaan tapi bukan untuk mengungkapkan pendapat pribadi memaksa orang menyetuji pendapat dan pemikiran anda.Jika anda mencintai bangsa ini segera hapus postingan anda ini. Jangan sampai pak ahok makin terpuruh karena tulisan-tulisan dari orang2-orang seperti anda.. saya yakin pak ahok tidak suka dengan bahasan yang anda sebarkan ini. tapi saya yakin pak ahok akan suka jika tulisan anda ini disampaikan demi kekuatan imanya, saya YAKIN jiwa pak ahok tidak seperti yang anda bayangkan mengenai keimanan dia sudah punya dan hanya tuhan yang akan mengatur jalan hidupnya..bukan opini seperti anda ini yang menyerempet SARA

    ReplyDelete
  2. Terimakasih buat responnya, semuanya dihargai.

    Saya yakin anda memaknainya secara keliru. Tulisan ini justru ngajak berpikir karena sudah terlalu sering orang mempersoalkan bukan substansi tapi kulit-kulit yang dipaksakan sebagai kebenaran, dan dengan bahasa yang provokatif dan jelas-jelas mengintimidasi.

    Anda sangat keliru memahami artikel ini. Jelas sekali saya menempatkan Ahok dalam konteks kepemimpinan nasional bersama banyak orang yang rata-rata justru Muslim. Ada satu sesat pikir yang sangat memprihatinkan belakangan ini yaitu bahwa bila menyebut agama pasti SARA. SARA itu hanyalah istilah yang seharusnya netral, sebuah kependekatan dari suku, agam dan ras. Akan tetapi sudah terlalu lama dimaknai sangat sempit, dangkal dan keliru.

    Tulisan ini justru menebar pesan-pesan perdamaian dan mengajak semua anak bangsa untuk merefleksi ulang pola-pola pikir yang keliru dan sifatnya merusak tenunan bangsa. Mohon anda tidak membuatnya seoalh saya memaksa apalagi meminta saya menghapus. Negara sedang mengalami pembusukan akal sehat, itu harus dilawan mas.

    Tulisan sya ini dibaca ribuan orang. Hanya anda yang memberi komentar seperti ini. Tetap saya hargai tapi silahkan pikirkan ulang. Saya pikir, kita harus membaca sebuah tulisan dan pemikiran dengan benar dan dalam konteks, tidak main comot bagian yang kita anggap mengganggu tanpa menempatkannya dalam konteks argumentasi secara keseluruhan.

    Demikian mas.

    ReplyDelete