Cinta Dahsyat Buddhisme dan Injil Kristen

Daya cinta manusia jauh melampaui ideologi, pedang dan senapan!

"Mas Rudy, anda menerjemahkan dengan cinta dahsyat."

Otak manusia sangat ringkas dalam menyimpan sesuatu. Sebuah peristiwa yang berlangsung selama beberapa jam bahkan tahun cukup dipadatkan dalam serangkaian berkas visual, audio atau verbal.

Sebagai sebuah kata, saya sudah mendengar kata dahsyat berkali-kali diucapkan. Sebagai kata kunci dalam hidup saya, dahsyat adalah sebuah takdir. Puluhan tahun silam, ia dikatakan, disemaikan, dalam sebuah interaksi berdurasi dua jam, sebuah peristiwa, perjumpaan, biasa dengan efek luar biasa karena cinta tulus di dalamnya.

Kita memang perlu menciptakan senyap untuk mendengarkan kata kata kunci di benak yang mengajukan pinta bahkan mohon perhatian. Bukankah sangat menarik bahwa milyaran kata telah mampir dalam hidupku namun hanya segelintir yang benar-benar nongol sesaat saya memasuki kedalaman diri?

Pasti ada cinta dahsyat di situ. 

Cinta Dahsyat dalam Buddhisme dan Injil Kristen 

Kata kata di atas diucapkan Direktur Terawang Press, sebuah penerbitan di Yogyakarta, saat ia memberikan bayaran terjemahan atas buku yang saya alih bahasakan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Buku dimaksud dieditori Li Yutang, seorang penulis-pemikir tersohor di bidangnya, menerjemahkan sejumlah manuskrip agama Buddha ke dalam bahasa Inggris. Versi bahasa Indonesianya diberi judul "Buddhisme Untuk pemula", dan telah dikoleksi beberapa universitas di tanah air dan Australia.

Saya paham yang ia maksudkan dengan cinta dahsyat tersebut. Setelah 3 bulan bekerja keras termasuk mempelajari isi buku dan membaca berbagai topik Buddhisme supaya akurat interpretasi atas buah pena Li Yutang, saya sungguh takjub akan kedalaman cinta sang Buddha Gautama.

Maka pilihan kata, struktur kalimat dan gaya ekspresi yang kutampilkan dalam terjemahannya memang 'sengaja'. Sengaja karena sebagai orang Kristen, saya diajak mendaki puncak-puncak cinta kasih Buddhisme yang mengandung sejumlah pararelisme nyata dengan Injil Kristen. (baca juga: Kata Mutiara Islam Edhi Pakistan)

Sekadar lontaran contoh adalah kisah Sidharta Gautama sang Buddha. Maya sang ibunda diramalkan akan melahirkan seorang putra menakjubkan dan hatinya bakal 'tertusuk pedang' oleh jalan hidup yang bakal dipilih anaknya kelak. Bukankah serupa penggambaran Maria sang bunda Yesus yang hatinya tertusuk pedang tajam melihat Putranya di kayu salib?

Coba baca kisah sang Buddha memanggul domba dan betapa hatinya tertusuk sembilu melihat iring-iringan domba digiring ke altar pembantaian. Bukankah serupa kisah Yesus sebagai gembala baik yang menggendong dombaNya dan kelak bagai domba digiring ke pembantaian, Ia memikul salib ke bukit penyaliban Golgotha? (baca juga: Melawan Kasih Kambing Domba Tersesat)

Inilah ‘rahasia kedahsyatan' sebagaimana dikatakan Direktur Terawang Press, Yogyakarta. Saya semacam bolak-balik menggunakan langgam bahasa Buddhisme dan Injil Kristen manakala menginterpretasikan manuskrip-manuskrip Buddhis seraya 'setia' pada teks asli yang sangat nyastra itu.

Saya bersyukur telah menyukai berbagai teks Buddhisme jauh sebelum ketiban proyek terjemahan ini. Saya bahkan pernah jatuh cinta pada teks "Living Buddha, Living Christ", buah pena seorang Rahib Buddhis Vietnam Thich Nhat Hanh yang sekarang bisa kita dengarkan di Youtube dan Facebook. Atau juga "The Tibetan Book of the Dead", buku menakjubkan dalam tradisi Buddhis Tibet yang seolah mengisahkan wafat dan kebangkitan Yesus dalam perspektif Buddhis.
kata bijak sabar kehidupan motivasi islami singkat  Mario teguh dalam kisah nyata
Buddha Bandara Kamboja saat penulis mengunjungi Angkor Wat
Setiap bulir pengalaman ini kian membuatku terbenam ke dalam ajaran cinta Buddhisme dan Injil Kristen. Kata kata sang Buddha mengarahkan indrawiku pada samudra raya kasih dalam sabda-sabda Yesus dan sebaliknya. 

Ujian Terhadap Cinta Dahsyat 
                                               
Cinta dahsyat merupakan salah satu kata kunci dalam hidupku dan telah mengalami banyak ujian.

Belasan tahun kemudian,  saya harus menerjemahkan pengalaman personal akan Buddhisme dalam dimensi yang sangat berbeda. Saya sedang menjalani program riset di Singapura. Suatu waktu, saya mengikuti sebuah seminar internasional bertema Rekonsiliasi Kamboja, negara yang mayoritas penduduknya beragama Budhha. Sejarah bangsa Kamboja berlumur darah dan kelimpangan mayat khususnya semasa regim Pol Pot dan Kmer Merah paska perang dunia ke-2. Dan kini segenap anak bangsa menabuh keberanian untuk berdamai dan mengubur masa lalu yang sangat kelam itu.

Dari antara peserta, seorang sarjana barat pongah bertanya: "How could a loving Buddhist people kill each other so brutally?" (Bagaimana mungkin rakyat Kamboja yang penuh cinta kasih saling membunuh demikian brutal?).

Seisi ruangan seketika jatuh dalam perangkap senyap. Saya pun terpekur lama. Kulihat pemakalah dari Kamboja berubah tegang. Pengalaman menerjemahkan Buddhisme dan cinta dahsyat yang memenuhi benakku muncul spontan. Alih-alih menjawab secara langsung, saya memutar untuk menyentil kesadaran, sebuah cara yang kerap dipakai Buddha maupun Yesus dalam pengajaran mereka.

"How could loving Christian peoples enslave Asia and Africa and Australia for centuries, build their churches and universities and everything else by stealing, lying, colonializing and making whores out of millions of women so systematically in the name of so-called the light?" tanya saya kepada seluruh peserta.

(Bagaimana mungkin orang-orang Kristen penuh cinta kasih memperbudak Asia, Afrika dan Australia selama berabad-abad, membangun gereja, universitas dan apa saja dengan mencuri, menipu, menjajah dan membuat jutaan perempuan jadi pelacur dengan begitu sistematisnya atas nama sang 'cahaya'?)

Pertanyaan dijawab pertanyaan. Saya ingin membangun pararelisme dan perbandingan, berdasarkan kisah nyata, agar senyap menghadirkan pemikiran (akademik), narasi dan refleksi. Seisi ruangan kembali terdiam - lebih lama dari yang sebelumnya.

Yang menggerakkan saya adalah keinginan menyadari betapa kedahsyatan cinta adalah kebenaran hakiki dari kedatangan sang Buddha ke dunia. Dan Buddhisme mengajarkan saya bagaimana menelusupi ceruk-ceruk di batin manusia begitu indahnya.

Di hadapan sejarah dan masa depan, kebenaran-kebenaran paripurna dalam setiap agama mengingatkan kita betapa masih banyak yang harus dicapai oleh 'orang-orang yang mengaku saleh'. Yang kutahu adalah kita masih getol membunuh atas nama Tuhan -- atau ‘tuhan-tuhan’ yang menumpang namaNya? (baca juga: Surat Cinta Kekasih Islam)

Kita bisa belajar banyak dari Direktur Terawang Press, Yogyakarta, yang menancapkan kata kata cinta dahsyat ke dalam benakku. Sebagai seorang Muslim, ia sangat antusias membaca berbagai teks Buddhisme yang kuterjemahkan dengan langgam Kristen tersebut. Batinnya sungguh mengenali bahasa cinta sang Buddha yang pasti menggemakan Islam di dalam benaknya.

Dalam bahasa teman saya, Mariana Lusia Resubun, adalah sangat menarik bahwa sebuah buku tentang Buddha diterjemahkan dengan langgam pengikut Yesus Kristus dan 'disahkan' oleh pengikut Nabi Muhammad.


Kasih itu dahsyat. Dan daya cinta manusia jauh melampaui ideologi, pedang dan senapan!

kata bijak sabar kehidupan motivasi islami singkat  Mario teguh dalam kisah nyata


Pemesanan:

082-135-424-879/LINE
5983-F7-D3/BB
Inbox Rudy Ronald Sianturi 

Subscribe to receive free email updates:

3 Responses to "Cinta Dahsyat Buddhisme dan Injil Kristen"

  1. Pertanyaan bagus...
    Tambah pertanyaan kenapa islam yg katanya rahmatan lil alamin membunuh 240jt org selama 1.400th demi agama...?

    https://youtu.be/LzfPC8eI8ic

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kata kunci mencari di youtube: islam 1400 tahun.

      Delete
  2. Terima kasih mbak Christiana Damayanti,
    Itulah yang harus menjadi refleksi setiap agama dan umatnya agar agama-agama berani beergerak keluar dari dogmatisme dan politik kekuasaan dan benar-benar menjadi rahmat semesta, menjadi bejana kasih bagi segenap mahluk, menjadi saluran berkat bagi sesama, sebagaimana cita-cita yang inheren dalam setiap agama.

    Tabik.

    ReplyDelete