Gajah Mada Orang Madura!

“Teori gampang dibuat tetapi jangan ada-ada”

Waktu SD dulu sekali, guru sejarahku kerap menceritakan kisah Gajah Mada, mahapatih tersohor negeri Majapahit, supaya kami meniru nasionalisme tokoh sakti mandraguna tersebut sebagaimana Soekarno. Untuk memastikan kami tidak pernah lupa, beliau biasanya mengawali kelas dengan bertanya, “Anak-anak Republik Indonesia yang unyu-unyu, kata kata atau sumpah apakah yang paling terkenal seantero jagat?”

Kelas langsung terdiam, bukan bingung berpikir tetapi sudah bosan dengan pertanyaan yang saban minggu diulang-ulang. Mau protes siapa yang berani. Jaman itu anak sekolah paling hormat sama para guru. Sesalah-salahnya guru, sebenar-benarnya murid, begitu kata kepala sekolah tiap upacara menghormat merah-putih. Jadi kami hanya tunduk takut-takut dalam senyum culas.

Di antara teman-teman kelasku, tersebutlah seorang anak cerdas unyu-unyu suku Batak. Namanya Bunga Siregar. Mohon jangan salah stereotip, kelaminnya lelaki bukan perempuan. Badannya tinggi besar seperti lakon utama dalam King Kong Island. Hatinya lembut, senyumnya lelembut. Pokoknya Rambo in disguise

Dia anak baru pindahan dari Medan. Di jaman itu, saya yang dilahirkan orang tua Batak asli tidak dianggap anak Medan karena setiap anak yang dilahirkan di Merauke, Papua, otomatis anak Papua. Kadangkala saya malah ikut-ikutan ‘rasis’, dan memanggilnya, “Hei, Batak, sini ko…”, kataku dengan dialek kental Papua.

Hari pertama guru sejarah masuk kelas dan mengajukan pertanyaan ajaib tersebut, dia hanya diam. Kebetulan dia duduknya di belakangku, maka saya tahu persis tindak-tanduknya. Kulihat dia manggut-manggut mengamati ‘drama historis’ yang kami mainkan saban minggu itu.

Minggu kedua ia bergabung dengan kelas V di sekolah kami, ia agak gelisah. Sepertinya dia punya sesuatu yang mau dikatakan, begitu pikirku, demi melihat pantatnya gelisah tak bisa diam di tempat itu.

Guru sejarah masuk dengan gagah. Orangnya kecil namun benar-benar cerdas dan penuh semangat. Ia bagai buku berjalan, materi ajar dicurahkan lepas teks. Ia juga mengajar biologi dengan sangat indahnya. Sejarah dan biologi merupakan dua mata pelajaran yang sangat saya sukai oleh karena cara dia mengajar dan menanamkan teori serta pengamatan ilmiah dalam proses penalarannya. 

Teori, katanya, gampang dibuat tetapi jangan mengada-ada. Terori harus lewat bukti-bukti dan penelusuran ilmiah yang sahih.
kata bijak kehidupan sabar motivasi islami singkat Mario teguh dalam kisah nyata
Ilustrasi garam Madura
Maka mulainya ia membuka kelas, “Anak-anak Republik Indonesia yang unyu-unyu, kata kata atau sumpah apakah yang paling terkenal seantero jagat?”

Seperti biasa kami terdiam menunggu siapa yang akan merelakan diri menjawabnya. Akhirnya seorang murid bergegas menyelamatkan kelas dari kediaman yang menyiksa. “Sumpah Amukti Palapa, bapa guru.” katanya mantap.

Amang guru,” Bunga Siregar mendadak mengajukan jari ke atas tinggi-tinggi. Kami menoleh dengan kejam ke arahnya, mau apa anak Medan ini? “Bolehkah saya bertanya?” katanya dengan lantang.

Guru sejarah tersenyum hangat padanya dan mempersilahkan dia. 

“Begini amang guru, asalnya mana dia amang Gajah Mada itu?” tanyanya lebih kepada seisi kelas. Gaya juga ini anak, pikirku.

“Anak-anak, ini ada pertanyaan bagus. Siapa yang bisa menjawab, bapa guru kasih tambah nilai.” pancing guru sejarah kami dengan senyum memikat.

Serempak murid-murid sekolah menjawab bagai kor sudah disiapkan, “Majapahit, bapa guruuuu….”

Bapa guru menoleh ke arah Bunga Siregar, penuh arti.

Di luar dugaan setiap orang, dengan gagahnya dia berkata nyaris teriak, “Salah!” 

Seisi kelas memandangnya ke arahnya dengan sangat ganas, berat gayalah si anak Medan!

“Begini amang guru,” katanya, “Sumpah Amukti Palapa intinya kan makan yang tawar tak asin alias tanpa garam. Padahal seperti yang kita ketahui bersama, garam kan berasal dari Madura. Jadi oleh sebab itu, Gajah Mada berasal dari Madura!” lantang dia mengajukan teori hebatnya.

Di jaman kami SD, satu-satunya sebagai bumbu asin memang hanya garam Madura. Cerdas juga otaknya mengurutkan fakta-fakta nyata. Moga-moga bukan karena akibat terlalu diasinkan.

Apapun kasusnya, untuk pertama kalinya, seisi kelas berkesempatan membebaskan ketawa yang sudah ditahan-tahan selama berbulan-bulan. Tidak ada culas-culasan lagi. Kupikir paku-paku seng di atap lepas beterbangan. Langit-langit kelas macam mau runtuh. Kalau di kapal, sudah oleng miring kiri-kanan. Ketawa bongkar, begitu istilah di Merauke, Papua.

Sambil terpingkal-pingkal, bapa guru sejarah bersabda, “Hei Ucok, macam mana pulak kau ini. Kau buat cocok-cocok saja. Teori dari mana pula kau dapatkan itu, Ucok…”

Tetapi yang namanya teori, meskipun cocoklogi, tetap harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Dia tak sudi bergeming dari keyakinannya itu. Biar kugeser nasionalisme dari Trowulan ke Madura. Sempat kau kurang garam, kuruslah nalarmu, mungkin begitu kilahnya.

Diam-diam seisi kelas berterima kasih pada Bunga Siregar si anak Medan. Teori cocoklogi dia telah melenturkan otot-otot di wajah kami yang sudah menegang berbulan-bulan. Akhirnya, anak-anak Republik Indonesia yang unyu-unyu bisa tertawa - tertawa BONGKAR!

kata bijak kehidupan sabar motivasi islami singkat Mario teguh dalam kisah nyata



 Pemesanan:

082-135-424-879/LINE
5983-F7-D3/BB
Inbox Rudy Ronald Sianturi 


Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Gajah Mada Orang Madura!"

  1. Tulisannya menghibur dan bagus lae. Aku senang membacanya.

    ReplyDelete
  2. hehehe...makasih lae sudah berkenan mampir, kiranya bermanfaat ya. Tuhan memberkati, amen.

    ReplyDelete