Membunuh Allah dengan e-KTP Plastik
Salah satu penyangga
peradaban manusia adalah plastik. Dan kita memakai plastik seperti orang yang suka kencing
sembarangan - kapan dan di mana saja. Konyolnya, laut menjadi penimbunan plastik
terbesar sejagat karena kita ingin nyaman di kota. Kita meracuni laut sedangkan laut menyusupkan
racun ke dalam ikan yang kita konsumsi. Peradaban manusia sedang membunuh diri.
Barangkali soal waktu
saja sebelum peradaban manusia ‘membunuh Allah’.
Syukurlah bahwa
kesadaran ekologis bertunas seiring kemakmuran. India yang ekonominya bertumbuh
pesat menyumbang 60% dari total 8,8 ton sampah plastik yang dibuang ke laut. Sadar
bahwa kejahatan terbesar adalah membunuh diri sendiri, yakni dengan membiarkan
kerusakan lingkungan besar-besaran, pemerintah melarang penggunaan plastik
sekali pakai di seluruh New Delhi dan berbagai daerah sekitarnya.
Negeri yang kerap dihina
sebagai sarangnya kemursyikan karena bercokolnya sejuta dewa-dewi, beda dengan
Indonesia yang diklaim milik Allah, ternyata terdepan dalam membersihkan bumi.
Agama Hindu dan Buddha memang
mengajarkan keterhubungan dan ketergantungan segenap mahluk hidup dan tak
hidup. Membunuh diri ataupun sesama mahluk jelas terlarang. Dalam konteks
degradasi lingkungan secara masif akibat sampah plastik, sudah pasti mereka melihat
karma yang harus dihindari sekaligus tanggung-jawab ekologis terhadap
lingkungan hidup.
Sementara itu, di
negeri super religius Indonesia, plastik adalah spirit berjamaah atas nama political fiesta. Tentunya itu pestanya para elit, zonder wong cilik, kecuali bahwa bagian kebanyakan
orang adalah dikejutkan dengan mega skandal proyek e-KTP, seni bancakan sejumlah
anggota DPR dan nama besar -tanpa malu- sembari sembahyang khusuk.
Waktu membaca tentang hal ini, spontan saya ingat pengalaman sangat ‘mengesankan’ dalam upaya paling
serius untuk mendapatkan e-KTP saya. Butuh seni tingkat tinggi sekelas
dewa-dewi India demi sebuah plastik kecil bertuliskan namaku. Tidak heran,
penguasa lokal tempat saya ‘memohon’ identitas harus menghabiskan berbulan-bulan
sebelum berkenan menyerahkan e-KTP yang menjadi hak saya.
Keliru kalau kamu mengira saya hanya membuang-buang waktu karena waktu memang melambat bila sudah berurusan dengan birokrasi Indonesia – kecuali di beberapa tempat seperti Jakarta dan Surabaya Kota. Ya, sering memang saya terpaksa membunuh waktu menunggu petugas yang keluyuran entah ke mana. Dan saya sudah alami hal-hal spektakuler lainnya seperti printer ngadat, kehabisan blanko, kurang formulir, petugas sedang istirahat atau pimpinan lagi ada acara keluarga.
Sayang seribu sayang,
kecewa di akhir cerita. Manakala menerima e-KTP, saya justru tidak melihat apa-apa
atau minimal, sesuatu, yang istimewa. Tampilannya tidak jauh berbeda dengan KTP
plastik, apalagi meski ada huruf 'e' alias electronic,
e-KTP sebenarnya tidak punya banyak fungsi, berbeda dengan, misalnya, di Singapura.
Menyitir kata kata Jokowi, butuh trilyunan sekadar mengubah KTP laminating menjadi e-KTP plastik?
Dan saya merasa geram.
Rupanya semua pengorbanan saya termasuk rela menerima hanya KTP sementara
sebelum e-KTP keluar itu sia-sia belaka. Mereka sedang berpesta sampai lupa
daratan!
Tetapi ini kan perasaan saya, sudah pasti beda yang dirasakan para pelaku. Bisa dipastikan, serangkaian kata (kunci) saleh bakal digelontorkan: cobaan, demi Allah, khilaf, dilengkapi pembelaan sengit dari para pendukung bertabur makian dan intimidasi bagi kelompok minoritas.
Tetapi ini kan perasaan saya, sudah pasti beda yang dirasakan para pelaku. Bisa dipastikan, serangkaian kata (kunci) saleh bakal digelontorkan: cobaan, demi Allah, khilaf, dilengkapi pembelaan sengit dari para pendukung bertabur makian dan intimidasi bagi kelompok minoritas.
Segala sesuatu sudah
jelas, maka aneh bila mereka pendukung ‘pokoknya seagama’ ini tidak tahu bahwa
mereka sedang membela sebuah persetongkolan jahat. Ini sebuah pengingkaran, membohongi diri sendiri, membunuh
nurani diri, namun tetap katanya, semua mungkin sejauh 'atas nama Tuhan'.
Ijinkan saya bertanya.
Apakah kita sadar bahwa kejahatan terbesar adalah membunuh diri sendiri, yakni
membiarkan kemunafikan merajalela? Mega skandal proyek e-KTP tidak lain dari budaya
sampah plastik dengan imbuh politik palsu. Kali ini, orang-orang bukan hanya
kencing tapi berak pun sembarangan. Apanya yang masih harus dibela?
Kita membiarkan
kejahatan dan pembiaran ini menjelaskan perilaku sebagian orang yang suka
membenarkan diri dengan kata kata kasar. Pembelaan membuta terhadap koruptor
sudah sangat sering di negeri super religius Indonesia. Pembelaan diri para
koruptor dengan mengutip Allah adalah hal biasa.
Hakekat pembiaran adalah mengambil bagian dalam tindakan paling mengerikan yaitu membunuh Allah dengan membiarkan kelompok-kelompok politisi busuk, kapitalis serakah dan premanisme agama mengambil alih negara ini.
Hakekat pembiaran adalah mengambil bagian dalam tindakan paling mengerikan yaitu membunuh Allah dengan membiarkan kelompok-kelompok politisi busuk, kapitalis serakah dan premanisme agama mengambil alih negara ini.
Ada pertanyaan
sederhana yang sangat penting direnungkan. Kalau benar bahwa Allah begitu
penting, kenapa kita memilih jadi Silent
Majority? Mengapa kita memilih mendiamkan kezoliman? Atau sebenarnya, bukan
Allah tapi agama yang kita sembah?
Sering saya memikirkan hal ini. Dan saya yakin, harusnya setiap orang memikirkan hal yang sama. Dan tolong, jangan mencari jawaban simplistik dalam moralisme sempit.
India yang dicela mursyik itu, bahkan Bali pun kena getahnya, tahu menjaga hidup. Respon mereka jelas, terukur, tegas. Mengapa Indonesia sedang membunuh sang Kehidupan asal para penjarah uang, para perompak kekuasaan, para perongrong Pancasila, se-agama dengan saya?
Sering saya memikirkan hal ini. Dan saya yakin, harusnya setiap orang memikirkan hal yang sama. Dan tolong, jangan mencari jawaban simplistik dalam moralisme sempit.
India yang dicela mursyik itu, bahkan Bali pun kena getahnya, tahu menjaga hidup. Respon mereka jelas, terukur, tegas. Mengapa Indonesia sedang membunuh sang Kehidupan asal para penjarah uang, para perompak kekuasaan, para perongrong Pancasila, se-agama dengan saya?
Kata Mutiara Islam Edhi Pakistan
Djarot Teman Ahok
Sholat dan Iqra Kata Kata
Iriani Perempuan Jokowi, Vero Perempuan Ahok
Robohnya Surau Kami Akibat Doyan Beragama
Ahok adalah Durian Words
Persekutuan Ahok. Soe Hok Gie, Ahmad Wahid dan Chairil Anwar
Kata Bijak Orang Tua Gila
Menolak Kasih Kambing Domba Tersesat
Kata Yoga Merauke Kemesraan Kristen dan Islam
Surat Cinta Kekasih Islam
Kata Hati Nurani Nana Buat Ahok
Foto Wanita Berhijab Akar Masalah?
Gus Mus: Kata Mutiara Agamanya Islam
Buya Maarif: Manusia Emas Agamanya Islam
Sang Terdakwa Ahok
Anak-Anak adalah Maklumat Kehidupan
Merauke Gudangnya Cinta dan Kewarasan
Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq
Ahok Harusnya Populerkan Meditasi Yoga
Kristenisasi adalah Misi Gagal
Kata Cinta Buat Jokowi dan Batak Toba: Marah Perempuan?
Kata Cinta Nenek Tua
Tanda Cinta, Cinta Indonesia
Kata Kata Cinta dalam Penyamaran
Fajar Cinta
Kata Bijak: Logam Buat Dewi
Polisi Tidur
Cinta dan Benci Banjir Merauke
Bunda Teresa Cinta Neraka
Cinta Super Berselingkuh
Takut Patung Berarti Cinta Allah?
Puisi Cinta Soekarno Buat Megawati
Persekutuan Ahok. Soe Hok Gie, Ahmad Wahid dan Chairil Anwar
Kata Bijak Orang Tua Gila
Menolak Kasih Kambing Domba Tersesat
Kata Yoga Merauke Kemesraan Kristen dan Islam
Surat Cinta Kekasih Islam
Kata Hati Nurani Nana Buat Ahok
Foto Wanita Berhijab Akar Masalah?
Gus Mus: Kata Mutiara Agamanya Islam
Buya Maarif: Manusia Emas Agamanya Islam
Sang Terdakwa Ahok
Anak-Anak adalah Maklumat Kehidupan
Merauke Gudangnya Cinta dan Kewarasan
Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq
Ahok Harusnya Populerkan Meditasi Yoga
Kristenisasi adalah Misi Gagal
Kata Cinta Buat Jokowi dan Batak Toba: Marah Perempuan?
Kata Cinta Nenek Tua
Tanda Cinta, Cinta Indonesia
Kata Kata Cinta dalam Penyamaran
Fajar Cinta
Kata Bijak: Logam Buat Dewi
Polisi Tidur
Cinta dan Benci Banjir Merauke
Bunda Teresa Cinta Neraka
Cinta Super Berselingkuh
Takut Patung Berarti Cinta Allah?
Puisi Cinta Soekarno Buat Megawati
0 Response to "Membunuh Allah dengan e-KTP Plastik"
Post a Comment